Select Page

Oleh: Abdus Syukur Ghazali

Jurusan Bahasa Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Prof. Dr. Supartinah PakasiBertolak dari keprihatinan terhadap rendahnya mutu pendidikan, yang menurut Ibu Pakasi dipicu oleh sistem pendidikan Belanda yang menginginkan iuarannya adalah manusia yang “tunduk, patuh, setia, dan taat kepada majikan, khususnya pendidikan dasar, Supartinah Pakasi merasa tertantang untuk melakukan suatu usaha mengenai hal ini. Keprihatinan tersebut menjadi embrio bagi lahirnya SD Laboratorium IKIP, sekarang bernama SD Negeri Percobaan 1 Malang, yang didirikan oleh Prof. Dr. Supartinah Pakasi pada tahun 1968. Tahun 1973 berubah nama menjadi Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) dalam binaan IKIP Malang. Kemudian turun SK Mendikbud No. 027/V/1986, yaitu tentang pengelolaan sekolah yang melaksanakan perintisan pendidikan dialihkan pengelolaannya kepada Kantor Wilayah Propinsi Jawa Timur.

SD Laboratorium IKIP Malang sejak berdirinya sampai sekarang secara berturut-turut dikepalai oleh:

Prof. Dr. Supartinah Pakasi, SD Lab IKIP Malang (8 Tahun) 1968-1973

Drs. Samsul Arifin, SD PPSP (5 Tahun) 1973–1976

Dra. Tatik Romlah, SD PPSP (5 Tahun) 1976–1980

Dra. Sidik Wantjana, SD PPSP (5 Tahun) 1980–1987

Drs. S.K.Y. Darsana, SDN P 1 (6 Tahun) 1987–1995

Titit Sunasita, S.Pd. SDN P (6 Tahun) 1995–2002

Mutini, S.Pd SDN P 1 2002–sekarang

Kemudian turun SK Mendikbud No. 0707/P/1986, tentang penegerian SD Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Malang, menjadi SD Negeri Malang dalam binaan Kanwil Depdikbud Propinsi Jatim.

Tahun 1987, turun SK Mendikbud No. 0757/O/1987, tentang penegerian 4 (empat) SD propinsi Daerah Istimewa Yokyakarta (DIY) dan perubahan keputusan Mendikbud No. 0326/0/1978 dan No. 0707/P/1986, SD Negeri Malang menjadi SD Negeri Percobaan Malang dalam binaan Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Timur.

Selanjutnya, dengan berlakunya OTODA, SDN Percobaan di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Malang. Keputusan Walikota Malang No. 138 tahun 2004 tanggal 17 Maret 2004, tentang penetapan perubahan kelembagaan SD Negeri Percobaan menjadi SD Negeri Percobaan 1 Kota Malang.

SD Laboratorium IKIP Malang, oleh kalangan luar, lebih dikenal sebagai Sekolah Laboratorium Ibu Pakasi (SLIP) karena sekolah ini dipimpin oleh Prof. Dr. Supartinah Pakasi. Sekolah yang didirikan pada tahun 1967 yang dimulai dari pendirian Taman Kanak-kanak dan pendidikan dasar. Sekolah ini disebut juga SD 8 tahun karena memberikan pendidikan dasar setingkat SMP dalam waktu delapan tahun. Sekolah ini menarik perhatian baik pendidik dari dalam dan luar negeri.

Namun apa yang telah dibangun Ibu Pakasi harus diberhentikan tahun 1974 karena harus mengikuti program baku pemerintah dalam bentuk Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP). Sedangkan proyek ini belum pernah dipastikan berhasil atau tidak, namun Ibu Pakasi harus menenggelamkan usahanya yang bertahun-tahun nyata keberhasilannya dan teruji efektivitasnya. Hal ini merupakan intervensi yang berlebihan dari pemerintah dan patut disesalkan.

***

Berdirinya SD Laboratorium IKIP Malang dipicu oleh munculnya kebutuhan kultural dan keperluan akan adanya orang-orang yang cakap untuk membangun tanah air. Prof. S. Pakasi merasa memperoleh dorongan yang sangat kuat untuk memperbaiki mutu sekolah-sekolah yang ada, terutama pendidikan dasar. Kebangkitan bangsa sesudah berakhirnya penjajahan tiga setengah abad lamanya menuntut adanya filsafat pendidikan yang mempunyai otensitas untuk mewujudkan cita-cita dan aspirasi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bebas dan merdeka yang memiliki filsafat hidup dan filsafat pendidikan yang asli Indonesia.

Oleh karena filsafat hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka pendidikan di Indonesia mestinya berasaskan Pancasila sistem pendidikan dibangun harus memasukkan semua nilai Pancasila, yaitu: (1) Ketuhanan yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakiIan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

PERLUNYA PEMUSATAN USAHAKEPADAPENDIDIKAN DASAR

Dengan tegas Prof. S. Pakasi, Ph.D. menyatakan bahwa hingga kini Indonesia gagal menyadari besarnya dampak nilai pendidikan dasar yang diperoleh anak (elementary schooling) serta pengaruh-pengaruhnya “berdaya-resap” (persuasive) kuat terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengaruh-pengaruh tersebut terlihat dengan jelas baik di negara-negara berpenghasilan tinggi maupun berpenghasilan rendah. Hasil-hasil penelitian oleh Hanson, Schoup serta kawan-kawan dan Klinov–Maiul menunjukkan bahwa kesempatan kerja (learning opportunities) bagi orang-orang yang tidak menyelesaikan pendidikan 8 tahun di negara-negara berpendapatan tinggi memang kurang sekali. Akan tetapi di negara-negara berpenghasilan rendah jumlah keuntungan (rate of return) yang diperoleh dari usaha menyelesaikan pendidikan 6 tahun ternyata besar, jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan itu. Jumlah keuntungan ini di Venezuela dalam tahun-tahun 1957–1958 mencapai 80-100 persen setahun. Juga terdapatlah praanggapan bahwa bagi negara-negara ini “hasil” (payoff) terbaik dari pendidikan, dipandang dari segi pendapatan dan pendidikan, ialah pendidikan yang lebih baik dan lebih banyak.

Data statistik dari Dep. P dan K (Kompas, 1 April 1972), menunjukkan bahwa di tahun tersebut terdapat 12.805.000 murid pada sekolah-sekolah dasar, sedangkan anak-anak berusia sekolah berjumlah 22.430.000 orang. Berarti dari anak-anak berusia sekolah hanya 50% lebih sedikit yang bersekolah, dan dari jumlah ini 60-70% putus sekolah sebelum mencapai kelas VI.

Prof. S. Pakasi meyakini bahwa peranan guru Indonesia menjadi sangat penting di masa pembangunan negara dan bangsa ini. Guru diharapkan tidak hanya menjadi guru kelas yang efektif, melainkan juga sebagai seseorang yang berani meninggalkan tradisi-tradisi dan nilai-nilai masa kini dan masa lampau yang merintangi kemajuan pribadi dan kemajuan bangsa. Guru hendaknya memprakarsai perbaikan dan perubahan bilamana perbaikan dan perubahan diperlukan untuk menyelesaikan tugas nasional. Karena itu, kesadaran bertanggung jawab, keberanian, daya cipta, sifat luwes (flexibility), kerja sama kelompok dan kepemimpinan mesti dirangsang dan dikembangkan. Guru hendaknya didorong untuk mempraktekkan teori, untuk mengembangkan kekuatan berfikir yang produktif dan menggunakan intelektualitasnya secara fungsional.

Hal penting yang selalu ditekankan oleh Ibu Pakasi ialah tentang perlunya perubahan sikap guru terhadap anak didiknya, bahwa guru hendaknya menyadari bahwa tugasnya ialah menuntun anak mencapai pengembangannya yang optimal, sekalipun ada kekuatan-kekuatan dalam dan luar yang menentang. Guru hendaknya juga memelihara kesanggupan dan keinginan anak untuk mengembangkan upaya-upaya yang baik demi kemajuan tanah airnya. Pada waktu yang sama, guru hendaknya juga menyadarkan anak bahwa ia hidup dalam suatu masyarakat dunia dan dalam persahabatan antara bangsa-bangsa. Singkatnya, guru SD Indonesia harus bersifat militan dan tekun terhadap tugasnya. Apa pun rintangannya, ia mesti selalu ingat bahwa tanggung jawabnya adalah memberikan pertolongan kepada anak untuk menemukan jalan hidupnya sebagai warga negara yang sehat, berguna dan hidup layak.

ALASAN PERLUNYA PERUBAHAN BAGI PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA

Prof. Supartinah Pakasi melihat paling sedikit ada dua fungsi pendidikan dasar di Indonesia. Pertama, sebagai penyelenggara, baik pendidikan akhir maupun pendidikan persiapan. Kedua, sebagai tempat pengembangan sumber daya manusia (agency for human resource development), karena 60-70 persen dari murid-murid akan putus sekolah.

Ketika melihat lebih dekat SD di Indonesia, kita dengan segera melihat bahwa pelaksanaan program pendidikan masih didasarkan pada filsafat pendidikan dan psikologi belajar yang lama. Lingkungan belajar tidak merangsang dan menantang murid. Dinding kelas hampir tandus, dan jika ada gambar pada dinding, biasanya gambar itu tergantung terlalu tinggi bagi anak sehingga tidak dapat dinikmatinya, dan jarang sekali gambar itu diganti dengan gambar lain. Macam tempat duduk murid dan penyusunannya di kelas merupakan tanda bahwa disiplin yang keras yang berlaku di kelas. Pemakaian alat-alat bantu-mengajar dan belajar (instructional materials) lebih banyak dilihat sebagai pemborosan waktu daripada ditanggapi sebagai usaha untuk mempermudah terjadinya tanggapan dan pengertian (percepts and concepts), pengembangan ketrampilan motorik dan penguatan (reinforcement) perilaku sosial pada anak. Kurikulum sekolah merupakan daftar mata pelajaran yang dipenggal-penggal menjadi beberapa bagian, bersifat intelektual dan dalam pelaksanaannya meletakkan titik berat pada penguasaan sejumlah fakta. Mata pelajaran terlalu banyak diajarkan untuk kepentingan mata pelajaran itu sendiri dan bukan sebagai ilmu, sebagai teknik atau sebagai kebudayaan. Tidak banyak perhatian diberikan kepada pengembangan sikap ilmiah anak, kepada pengembangan kemampuan untuk mempergunakan ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh, dan kepada pengem-bangan nilai-nilai intelektual, sosial dan kultural.

Bukanlah bahan pelajaran yang disesuaikan dengan anak, melainkan si anak yang mesti menyesuaikan diri dengan bahan pelajaran. Bahan yang akan dipelajari anak sudah ditetapkan secara ketat, dan dibagi-bagi menurut tahun-tahun ajaran.

Kondisi Anak Didik sebelum SD Lab

Ibu Pakasi melihat bahwa ada kesalahan bersikap Guru terhadap siswa. Guru selama ini hanya mempunyai perhatian terhadap mata pelajaran atau bahan-bahan pelajaran, tetapi guru tidak sadar akan peranan murid dalam proses mengajar dan belajar. Hampir seluruh usaha mengajar ditujukan kepada pengembangan intelek saja, pengembangan emosional dan sosial seakan-akan dibiarkan saja untuk berlangsung dengan sendiri tanpa campir tangan guru. Si anak tidak dipandang sebagai individu yang khas, unik. Semua anak dalam kelas dipandang sama tanpa memperhitungkan latar belakang sosial–ekonominya, kemampuan-kemampuan dan potensi-potensinya, pengalaman-pengalamannya yang lampau, dan keadaan lingkungan tempat ia hidup dan tumbuh, anak ditempatkan di kelas I, kelas II, kelas III. Kemajuan anak diukur dengan keberhasilannya untuk memenuhi norma-norma kelas. Konsep tentang perbedaan-perbedaan individual, walaupun dikenal oleh kalangan guru, tidak pernah dikaitkan dengan pekerjaan mengajar.

Guru SD dan Cara Mengajar sebelum SD Lab

Karena kekurangan buku pelajaran guru terpaksa menggunakan sebagian besar waktunya untuk mengajari menuliskan bahan pelajaran di papan tulis, yang akan disalin oleh murid untuk dihafal. Tidak adanya buku penuntun bagi guru dan kurangnya pengetahuan guru tentang mengajar dan tentang nilai dari alat-alat pembantu mengajar menyebabkan pekerjaan menghafal dan berlatih pada pihak murid menjadi inti dari proses pendidikan di SD sebelum era SD Lab. Juga, pengetahuan guru tentang perkembangan anak tidak memadai dan pengetahuannya tentang teori belajar terlalu bersifat teoretis, sehingga pengetahuan tidak dapat digunakannya dalam prosedur-prosedurnya mengajar.

Di dalam proses belajar mengajar, ada pengetahuan dipindahkan kepada murid, akan tetapi tidak cukup ia mempersiapkan murid-murid untuk suatu masyarakat yang cepat sekali berubah, suatu gejala yang menyolok dalam dua dasawarsa akhir ini di Indonesia. Pekerjaan mengajar sebagian besar ditujukan kepada menghafal tanpa berfikir. Menghafal itu memang diperlukan, akan tetapi lebih banyak yang hendaknya dikerjakan oleh guru untuk menjadikan fakta-fakta yang dihafal itu menjadi suatu latar belakang yang berguna untuk pemecahan persoalan-persoaIan dengan cara yang efektif (Problem-based Learning). Banyak sekali dari fakta-fakta yang dihafal itu terletak terlalu jauh dari pengalaman-pengalaman seharihari dan tidak relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masa depan.

Guru tidak cukup berkemampuan untuk membawa murid kepada prestasi tertingginya. Kehidupan sekolah tidak cukup merangsang dan menantang kegairahan anak untuk belajar. Di dalam seluruh kehidupan sekolah, gurulah yang paling penting dan paling aktif, karena ialah yang memikirkan, Ia yang merencanakan dan Ia yang menetapkan. Belajar dan bertumbuh dipaksakan (imposed) dari luar oleh kekuatan-kekuatan luar, sehingga tidak ada yang dapat dikatakan tumbuh dengan wajar dan spontan pada anak.

Dalam keadaan seperti ini, mengherankan bahwa kebanyakan anak-anak di Indonesia pendidikannya, kurang dari semestinya. Menurut pendapat kami, satu di antara persoalan-persoalan besar yang dihadapi Indonesia sekarang ialah pendidikan dan latihan guru sekolah dasar.

Pengembangan Sumber-sumber Daya Manusia (human Resource Development)

Definisi tentang pengembangan sumber daya manusia terdapat dalam buku Harbison dan Meyers “Education, Manpower and Economic Growth”, berbunyi sebagai berikut: “…proses memperbesar jumlah pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dari semua manusia dalam sebuah masyarakat”.

Prof. Supartinah mengembangkan sumber-sumber daya manusia: (1) Pendidikan formal tingkat pertama (“First level education”) atau pendidikan di Sekolah Dasar, (2) latihan dalam lingkungan perusahaan (on the job training), (3) pengembangan diri sendiri (selfdevelopment), (4) memperbaiki program-program kesehatan dan memperbaiki gizi dalam makanan, hal-hal yang memperbesar daya kerja manusia, diukur baik dengan “manhours” (“jumlah” pekerjaan dilakukan oleh satu orang dalam satu jam) maupun dengan seluruh pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manusia selama hidupnya. Dengan menggunakan definisi Harbison dan Meyers tentang pengembangan sumber-sumber daya manusia, dapatlah pendidikan dasar di Indonesia melaksanakan bagiannya dalam pendidikan anak-anak bangsa Indonesia ke arah pengembangan sumber-sumber daya manusia.

Adakah SD Kita Bekerja Menuju Tujuan-tujuan Pendidikan Kita?

Jikalau tujuan pendidikan adakah merealisasikan semua potensi-potensi yang ada pada anak untuk menjadikan dia seorang manusia dan warganegara yang efektif dalam pekerjaannya, mempunyai rasa tanggung jawab dan bersedia memikul tanggung jawab serta bersikap demokratis, hendaknya sekolah merupakan tempat yang khusus, yakni tempat untuk tumbuh dan berkembang, bagi anak. Adakah kepada anak di tempat ini diberikan kesempatan untuk berkembang sejalan dengan sifat-sifat dasarnya, dengan kemampuannya, minat-minatnya dan dengan kecepatan (rate) perkembangannya? Adakah kita memberikan kesempatan kepada kepribadiannya untuk berkembang dengan sehat melalui hubungan-hubungan yang konstruktif dengan orang-orang lain atau dengan kelompok? Adakah kita memberikan kepada anak perasaan bahwa ia diterima oleh teman-temannya atau termasuk dalam kelompok bersama-sama dengan teman-temannya? Adakah kita memenuhi keinginannya untuk diakui dan dihargai sebagai manusia?

Jikalau kita menginginkan anak menjadi manusia yang hidup dan berpedoman pada asas-asas demokrasi, adalah kita mengajarkan kepadanya apa arti kebebasan dan bagaimana menggunakan kebebasan? Adakah kita mengajarkan anak berfikir secara ilmiah dan kritis, agar dapat ia membuat pilihan yang baik dan mengambil keputusan yang baik untuk kemudian dapat memikul tanggung jawab terhadap pilihan dan keputusannya sendiri? Adakah kita mengajarkan anak untuk mendahulukan kepentingan-kepentingan kelompok dari kepentingan diri sendiri?

Jika anak itu hendak menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya terhadap kesejahteraan bangsa dan tanah air, adakah kita mengajarkan kepadanya untuk bekerja sama dengan orang lain, menerima dan memikul bersama tanggung jawab untuk memperbaiki hidup bangsa? Jika kita menghendaki anak peka terhadap persoalan-persoalan sosial, adakah kita di dalam kelas dan sekolah meletakkan dasar bagi usaha pengembangan hubungan-hubungan manusiawi? Adakah kita mengajarkan kepada anak bagaimana menikmati hidup, belajar dan bekerja dengan orang-orang lain? Jika kita menghendaki anak jadi sadar, bahwa ia hidup dalam masyarakat dunia dan sadar bahwa dalam masyarakat ini persahabatan merupakan hal yang amat penting, adakah kita dengan sengaja menanamkan padanya pengertian dan sikap positif terhadap bangsa-bangsa lain?

SD LAB IBU PAKASI

Ibu Pakasi mendirikan SD Laboratorium IKIP Malang dengan dituntun oleh konsep-konsep dan nilai-nilai di bawah ini:

  • konsep tentang anak sebagai makhluk Tuhan,
  • konsep tentang anak sebagai individu yang unik (unique), mempunyai sifat-sifat yang khas bagi dirinya,
  • konsep tentang kemajuan (dalam studi) yang berlangsung terus menerus (continuous progress),
  • konsep bahwa pendidikan merupakan suatu proses sosial, mengingat bahwa, pertama, anak lahir tidak berdaya, kedua, bahwa ia lahir dengan berbagai macam kebutuhan, dan ketiga bahwa ia bersifat kooperatif, dan organismenya sangat plastis serta dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor di dalam lingkungan hidupnya,
  • konsep tentang pentingnya pertumbuhan bahasa bagi keseluruhan dari per-kembangan anak dan bagi perkembangannya yang lebih tinggi, konsep bahwa anak harus dididik sampai perkembangannya optimum tercapai,
  • konsep bahwa anak hendaknya dididik untuk menjadi warganegara yang baik, dan menjadi orang dewasa yang menjalankan hidupnya dengan, berpegang pada Pancasila, konsep bahwa anak hendaknya memasukkan ke dalam jiwanya nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat yang lebih luas,
  • konsep tentang adanya kebutuhan pada manusia akan suatu prestasi yang tinggi (need of high achievement),
  • konsep tentang kebebasan berdisiplin,
  • konsep bahwa “proses-proses kelompok” (group processes) mempunyai nilai dalam usaha belajar,
  • konsep tentang nilai kerja (the value of labour),
  • konsep tentang identiflkasl dalam pendidikan, melalui suatu pandangan dan penghargaan yang sehat tentang diri sendiri,
  • konsep bahwa manusia mempunyai rasa tanggung jawab terhadapkepentingan bersama,
  • dan konsep tentang pentingnya hubungan antara manusia.

Akan tetapi bagaimana melaksanakan atau mewujudkan konsep-konsep dan nilai-nilai ini dalam kelas merupakan persoalan pertama dan terbesar yang kami hadapi di dalam tahun-tahun pertama berdirinya sekolah laboratorium.

Persoalan kedua yang terpaksa diatasi oleh Ibu Pakasi ialah bagaimana mengusahakan supaya guru mendapat pengertian tentang “konsep baru” dalam pendidikan. Bagi guru, pemahaman ini berarti bahwa tugasnya bukanlah mengajarkan mata pelajaran, melainkan mengajar anak tidak mengajarkan bahan pelajaran, melainkan mengajarkan pengetahuan, pengertian, apresiasi, nilai, dan sikap kepada anak, dengan maksud agar anak memperoleh kesanggupan untuk bekerja guna perkembangannya lebih lanjut.

Persoalan ketiga yang dihadapi oleh Ibu Pakasi ketika mendirikan SD Lab ialah bahwa realisasi konsep-konsep dan nilai-nilai ini tidak dapat dilaksanakan tanpa menyelesaikan persoalan-persoalan lain yang menyangkut seluruh proses pendidikan. Dengan kata lain, bahwa hanya dengan suatu pendekatan yang komprehensif dapatlah tujuan itu dicapai.

Oleh sebab itu, eksperimen yang dikerjakan oleh Prof. Supartinah bukanlah hanya “sepotong” eksperimen saja, misalnya, suatu eksperimen untuk mengetahui apakah suatu cara (metoda) tertentu tentang pekerjaan membagi dalam berhitung akan lebih berhasil atau tidak. Eksperimen yang dijalankan itu akan melibatkan semua komponen yang mempengaruhi seluruh proses pendidikan, dan melibatkan seluruh sekolah. Eksperimen ini sampai bulan Agustus 1973, sudah berjalan lima tahun sejak bulan Januari 1968, dan bergerak maju sampai proses penilaian, perbaikan (revision) dan penghalusan (refinement).

Prof. Supartinah mengakui bahwa eksperimennya dijalankan atas dasar asumsi-asumsi tanpa menggunakan sebuah “control group” khusus. Namun, hasil-hasil eksperimen dapat dilihat dengan jalan membandingkan sekolah laboratoriumnya dengan sekolah-sekolah lain yang “tidak mengalami pembaharuan dan perbaikan”.

CIRI KHAS SD LAB IBU PAKASI

Kebebasan yang Berdisiplin

Ibu Pakasi menjalankan SD Lab dengan disiplin. Beliau meyakini bahwa tanpa disiplin tidak ada pekerjaan dapat diselesaikan, tidak ada usaha dapat dijalankan, tidak ada perilaku manusia dapat diramalkan dan tidak ada keamanan bagi makhluk manusia dapat dijaga (safeguard). Oleh karena itu, di dalam pendidikan anak-anak kita, martabat dan harkat manusia, aktivitas-aktivitas mendidik dituntun dan diarahkan pada kebebasan berdisiplin (disciplined freedom), suatu kebebasan yang di dalamnya dimasukkan (incorporate) disiplin.

Untuk mewujudkan keyakinannya tersebut, Ibu Pakasi melihat bahwa satu-satunya cara untuk mengusahakan agar anak dapat menjunjung tinggi disiplin semacam ini ialah menciptakan situasi belajar dan situasi kerja yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengalami disiplin ini dan bertindak atau berbuat seperti kita menghendaki anak itu berbuat.

Untuk mencapai kondisi berdisiplin, Sekolah Laboratorium menciptakan hal-hal seperti tersebut di bawah ini

  • Peta disiplin (discipline chart)

Peta ini berfungsi sebagai petunjuk untuk perilaku yang benar. Ia merupakan sebuah daftar yang memuat hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh anak. Daftar ini disusun bersamasama oleh semua guru.

  • Studi bebas

Studi bebas diharapkan dapat berfungsi sebagai alas untuk mengembangkan kemampuan mengarahkan diri (selfdirection), mendisiplinkan diri (selfdiscipline), menguasai diri (selfcontrol), menolong diri dengan kekuatan sendiri (selfhelp), mengandalkan diri (selfreliance) dan menyibukkan diri (selfactivity). Di kelas-kelas tinggi studi bebas terutama digunakan untuk mengembangkan daya inisiatif, memperbesar kemampuan diri (individualability) dan mengembangkan kesanggupan bekerja dalam kelompok. Dalam studi bebas murid bekerja mandiri atas prakarsa dan tanggung jawab sendiri. Ia bebas memilih aktivitas atau pekerjaan yang akan ia lakukan.

  • Perpustakaan

Untuk membangkitkan hasrat membaca dan cinta kasih akan buku, Ibu Pakasi percaya bahwa anak dan buku harus dipertemukan secepat mungkin dalam kehidupan anak di sekolah. Mulai di kelas I, terutama dalam tiga atau empat bulan pertama ketika si anak berada dalam proses belajar membaca, bahan bahan bacaan khusus (reading charts) dikembangkan atau disusun oleh guru untuk menyokong proses terjadinya kepandaian membaca. Usaha ini dijalankan untuk memperkaya pengalaman-pengalaman belajar anak dan menantang kemampuannya untuk mengatasi kesulitan dalam menghadapi huruf-huruf dan asosiasi-asosiasi baru. Sangat mengagumkan melihat betapa cepat berlangsungnya proses belajar membaca ini, disebabkan oleh kegiatan-kegiatan belajar tersebut. Anak-anak gemar sekali menghadapi perkataan perkataan baru dan membacanya dengan kekuatan sendiri. Mereka gemar bekerja menggunakan “lemari huruf” untuk menyusun perkataan-perkataan mereka sendiri. Dengan demikian belajar membaca dan mengeja merupakan suatu kegembiraan bagi anak-anak ini, dan dengan demikian pula kemampuan membaca dan mengeja diperkuat (reinforced). Jelaslah kiranya bahwa kegiatan-kegiatan belajar ini mempunyai pengaruh yang baik terhadap disiplin anak dan sikapnya terhadap sekolah dan hal belajar.

Kebiasaan mendapatkan buku dan membaca, setelah menyelesaikan tugas dengan kebiasaan ini SD Lab ingin mengajarkan kepada murid-murid bagaimana memanfaatkan waktu senggang.

  • Lingkungan belajar yang “kaya”

Banyak sekali kegiatan yang dapat dilakukan oleh anak dan menyebabkannya jadi amat sibuk, sehingga tidak ada peluang baginya untuk menjadi jemu dan nakal yang menimbulkan masalah bagi guru. Ia bebas untuk menetapkan sendiri apa yang akan ia kerjakan, tetapi sekali ia memilih haruslah “melekat” pada kegiatan yang dipilihnya sampai pekerjaannya selesai. Guru akan membantu bilamana bantuannya diperlukan, sehingga anak tidak perlu menjadi ragu-ragu dalam membuat pilihan.

Hal tersebut di atas ini dijalankan dengan maksud mengajarkan kepada anak pengertian dan penghargaan terhadap kebebasan. Hal yang diyakini oleh Ibu Pakasi ialah bahwa hanya apabila anak pada usia muda mulai belajar menghargai kebebasan dan belajar memanfaatkan kebebasan yang ia peroleh, dapatlah ia memahami arti, bahwa kebebasan bukanlah surat izin, melainkan “ada kebebasan, ada tanggung jawab”.

Pengelompokan murid menurut prestasi (achievement grouping) dan kemajuan terus menerus (continous progres). Prof Supartinah percaya bahwa tidak ada dua orang anak yang sama dan bahwa tiap anak mempunyai sifat-sifatnya yang khas, SD Lab tidak mengajar anak-anak sekelas sebagai satu kelompok, khususnya karena diketahui bahwa perbedaan-perbedaan tidak hanya ada antara dua orang anak (perbedaan–perbedaan inter–individual), melainkan terdapat juga bentuk perbedaan-perbedaan prestasinya dalam berbagai mata pelajaran (perbedaan-perbedaan intra–individual).

Ruang kelas memberikan juga kesempatan kepada anak-anak untuk bekerja dan belajar bersama-sama di dalam sebuah kelompok karena cukup banyaklah hal yang dapat dikerjakan bersama, banyak alat belajar dipakai bersama, dan banyak situasi “dialami” (share) bersama. Ruang untuk bergerak dan bermain tersedia. Berkomunikasi dibolehkan, asal tidak mengganggu anak-anak lain.

Pengalaman-pengalaman di dalam kelompok mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan sosial, oleh karena anak mendapat kesempatan untuk menunjukkan harganya atau harkatnya dan merasakan dirinya “penting”. Ia merasa terhisap dan terpakai di dalam kelompok, karena sumbangannya diterima dan diakui oleh kelompok. Anak belajar berdisiplin, belajar memaksakan disiplin kepada diri sendiri untuk menyelesaikan bagiannya dalam tugas bersama yang merupakan tanggung jawab seluruh anggota kelompok. Ini merupakan disiplin yang dikembang kan sendiri oleh anak demi kepentingan kelompok, tetapi juga demi kepentingan dan kepuasan pribadi sebagai anggota kelompok.

Alat-alat Pelajaran

Alat-alat pelajaran disusun sendiri dengan cara yang mudah dan murah. Cara memakai alat-alat itu sederhana, tetapi dilihat dari segi fungsi sangat efektif, dan bagi murid dan guru banyak memberikan “ganjaran” (rewarding). Dengan menggunakan alat-alat itu mudah sekali anak mendapat pengertian dan menangkap konsep, dan ia memperoleh kesempatan untuk berlatih sebanyak ia butuhkan, tanpa menghalangi kemajuan kelas atau kelompok. Karena banyaknya variasi dalam alat-alat ini dan adanya banyak tingkat perkembangan, si anak sempat berganti-ganti kegiatan dan dengan demikian tidak mudah menjadi jemu.

Ada pula alat-alat yang dapat dipakai oleh regu, dan apabila regu-regu sudah terlibat terjadilah suasana bersaing yang menyebabkan kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan dan menantang.

Perpustakaan

Tiap kelas mempunyai perpustakaan sendiri. Di sinilah buku dan murid dipertemukan. Perpustakaan telah menjadi sumber kegembiraan bagi murid dan suatu bagian yang penting dari pada kurikulum sekolah laboratorium. Anak-anak makin lama makin menjadi sadar tentang pentingnya peranan perpustakaan dalam pendidikan mereka. Mereka telah mengerti bahwa buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan kawan di waktu luang.

Anak-anak SD Lab gemar sekali membaca buku komik, akan tetapi dengan bertambahnya apresiasi mereka terhadap buku yang baik, nampaklah bahwa membaca buku komik berkurang. Akan tetapi SD Lab tetap menyadari bahwa tidak semua buku komik buruk. Yang menyebabkan keprihatinan kami ialah bahwa membaca buku komik dapat menimbulkan keengganan membaca buku yang baik, karena membaca buku baik memakan waktu dan memerlukan konsentrasi. Telah diusahakan untuk memperkecil minat anak terhadap buku komik dengan maksud untuk menjaga agar kegemaran dan ketrampilannya membaca tidak akan kehilangan nilai sosialnya dan nilai kulturalnya.

Ibu Pakasi yakin bahwa kegiatan-kegiatan perpustakaan ini telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan bahasa anak-anak SD Lab. Karena kegiatan-kegiatan ini juga kualitas majalah dinding telah menjadi lebih baik dan makin lama makin banyak murid menyumbangkan “artikel” mereka kepada majalah sekolah “Derap”, suatu majalah bulanan yang seluruh kegiatan produksinya berada di tangan murid-murid.

Lima tahun action research menunjukkan bahwa perpustakaanlah yang merupakan modal (asset) yang paling berharga bagi sekolah laboratorium dan potensi paling besar untuk melayani kebutuhan-kebutuhan individual anak dan mendorong kemajuan yang berlangsung terus menerus, serta merangsang kemauan dan usaha untuk mencapai prestasi yang tinggi. Dapat dikatakan bahwa tanpa perpustakaan tak banyak dapat dikerjakan guna menjaga kemajuan anak terus menerus dan mencapai pertumbuhan yang paling tinggi baginya (ultimate growth).

Studi bebas

Dengan studi bebas diinginkan supaya hal-hal berikut dapat tercapai:

  • Karena banyak sekali aktivitas yang dapat dijalankan oleh anak, maka ia bebas untuk memilih. Akan tetapi ia hanya dapat memilih bila ia mengetahui apa yang hendak ia kerjakan. Jadilah belajar mengarahkan diri, menjadi selfdirective. Bila anak telah memilih, ia musti mengikatkan diri pada aktivitas pilihannya, dan ia musti menyelesaikan pekerjaannya. Sebelum selesai tidak boleh ia meninggalkan pekerjaan. Jadi anak belajar memusatkan perhatian, belajar berkonsentrasi, belajar menghadapi dan mengatasi kesulitan-kesulitan. Dengan cara-cara ini anak belajar mengendalikan diri: menolong diri.
  • Anak-anak belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan. Ia harus menunggu, karena alat yang ingin ia pakai kebetulan sedang dipakai anak lain. Pada peristiwa lain ia menghentikan bacaannya untuk sementara guna memberikan kesempatan kepada teman untuk membaca buku yang sedang ia pakai. Jadi anak-anak mengetahui bahwa tidak boleh mereka memonopoli alat-alat belajar. Mereka harus menggunakan bersama alat-alat itu mereka harus memperhatikan dan mengindahkan kebutuhan dan keinginan anak lain. Jadi kepekaan sosial dikembangkan.

Bagi Ibu Pakasi, telah terbukti bahwa studi bebas mempunyal arti yang penting sekali dalam pembentukan kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sikap sebagai modal (assets) bagi kepribedian anak dan dalam membantu anak menjadi manusia sebagaimana kita kehendaki. Hasil-hasil pendidikan yang ada hubungannya dengan perangai anak (behavioral outcomes) mungkin nampak sebagai hal-hal yang remeh, tetapi kami percaya bahwa atas dasar konsep-konsep inilah anak-anak akan membangun konsep-konsep dan nilai-nilai sosial yang matang.

  • Kemajuan terus menerus (continuous progress) dan Pengelompokan menurut prestasi (achievement grouping).

Untuk melayani perbedaan-perbedaan individual yang terdapat di antara murid-murid sebuah kelas, murid-murid pada sekolah laboratorium dibagi dan ditempatkan ke dalam tiga kelompok: ke kelompok I, murid-murid yang cepat, ke kelompok II, yang sedang, dan ke kelompok III, murid-murid yang lambat dalam belajar. Pengelompokan hanya dijalankan untuk pelajaran-pelajaran bahasa: membaca, bahasa dan dikte (menulis tepat) dan pelajaran-pelajaran berhitung: berhitung angka, berhitung soal dan mencongak.

–  Bekerja dalam kelompok sebagai sarana untuk memperoleh sikap kepekaan terhadap orang lain.

Murid-murid kami harus belajar bekerja dengan kekuatan sendiri (independently) untuk memelihara kepercayaan dan andalan terhadap diri sendiri. Masing-masing dari mereka harus mengenal diri, harus mengenal kemampuan-kemampuannya, kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya untuk memperoleh konsep tentang diri sendiri dan kesediaan untuk menerima diri sendiri. Hanya apabila kita mengenal diri sendiri dapatlah kita mengenal dan memahami orang lain. Dan hanya apabila kita mengenal diri sendiri dapatlah keadaan menerima diri mempermudah usaha kita dalam berurusan dengan orang lain dan membantu kita dalam mengidentifikasi diri dengan orang lain. Akan tetapi gambaran tentang diri sendiri, positif atau negatif, tergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam bergaul dengan orang lain.

Maka untuk memperoleh pengalaman seperti ini perlu sekali bahwa anak-anak belajar bekerja sama dan belajar bersama-sama dengan anak-anak lain. Di dalam kelompok mereka harus meninjau suatu persoalan dari berbagai sudut dan belajar mempertimbangkan dan menerima pendapat orang lain. Dengan jalan demikian mereka belajar berfikir dan bertindak secara demokratis. Dalam pekerjaan kelompok kita mengharapkan anak-anak dapat mengembangkan suatu kepekaan terhadap orang lain dan permintaan-permintaan atau tuntutan-tuntutan orang lain. Mereka belajar berfikir bahwa pendapat dan inisiatif tidak selalu berasal dari mereka, dan menyadari bahwa ada pula “suara orang lain”. Juga diharapkan dari mereka bahwa, apabila mereka menjadi dewasa, pikiran mereka akan lebih lentur (flexibel), mereka lebih bersikap terbuka terhadap hal-hal baru, pendapat-pendapat baru, inovasi, singkatnya mereka lebih bersikap terbuka terhadap perubahan. Dilengkapi dengan sikap “other-directedness”, kebutuhan akan suatu pencapaian atau prestasi yang tinggi akan menjadi sumber bagi perkembangan optimal mereka.

Dengan mengambil bagian dalam pekerjaan kelompok si anak belajar memikul tanggung jawab terhadap bagiannya di dalam seluruh tugas kelompok. Tanggung jawab ini diperlukan sebagai pendorong untuk bekerja sebaik mungkin. Hanya apabila seluruh anggota kelompok bekerja sebaik mungkin, dapat diharapkan bahwa hasil pekerjaan kelompok akan baik dan memberikan kepuasan dan kesenangan. Di sinilah anak-anak belajar dengan serempak menghargal hal bekerja dalam kelompok dan menghargai nilai atau harkat dan pentingnya individu.

  • Kenaikan kelas otomatik (automatic promotion)

Sejak tahun 1970 digunakan kenaikan kelas otomatik di kelas I, II dan III. Retensi (retention; peristiwa tidak naik kelas) mulai dijalankan di kelas IV. Kebijaksanaan ini kami jalankan lebih banyak untuk kepentingan anak-anak yang lambat dalam belajar dari pada anak-anak sedang dan cepat.Kami merasa bahwa hasil belajar yang rendah berasal dari berbagai sumber. Satu di antaranya ialah I.Q. rendah, sedangkan kini I.Q. dianggap sebagai dasar yang lemah untuk memperkirakan hasil belajar anak. Menahan anak di kelas I, II, dan II merupakan suatu hal yang sedapat mungkin hendaknya dihindarkan.

Metodologi Mengajar

Di sekolah laboratorium diusahakan supaya anak meninggalkan teknik belajar yang dalam bahasa asing disebut “rote learning”, yaitu menghafal bahan-bahan pelajaran secara mekanis, “tanpa berpikir”. Ini tidak berarti, bahwa murid samasekali tidak lagi menghafal. Jiwa manusia memerlukan fakta-fakta tertentu dalam keadaan siap sedia, yang segera mesti dapat diingat untuk dapat dipakai sebagai bahan berfikir. Fakta-fakta itu meski dihafal oleh anak satelah ia memahami artinya. Diusahakan agar murid terlibat dalam proses belajar, dalam arti bahwa ia berlaku aktif, dan untuk ini guru menciptakan situasi belajar yang memungkinkan keterlibatan murid itu.

Untuk mencapai tujuan ini kami berusaha mengajarkan kepada guru bagaimana menggunakan metoda-metoda yang menyokong

  • usaha belajar melalui struktur (bahan pelajaran),
  • pembentukan sikap ilmiah, terutama dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam,
  • pengembangan kecakapan memecahkan persoalan-persoalan, usaha memperoleh konsep
  • penemuan dan pemeliharaan minat dan bakat dalam bidang-bidang bahasa, kesenian, pendidikan jasmani, kerajinan tangan,
  • pembentukan (instillment) kebiasaan-kebiasaan belajar yang baik untuk digunakan dalam studi lebih lanjut,
  • pengembangan ketrampilan-ketrampilan akademik dalam usaha “belajar untuk mengetahui bagaimana (manusia) belajar” (learning how to learn).

Guru (berketrampilan) khusus untuk matapelajaran Kesenian, Pekerjaan Tangan, Musik, Pendidikan Jasmani dan Bahasa Inggris

Kami berpendapat, bahwa, dengan menggunakan guru-guru berketrampilan khusus (specialized teachers) untuk matapelajaran kesenian, pekerjaan tangan, musik, pendidikan jasmani dan bahasa Inggeris, hasil dan pekerjaan (performance) yang lebih baik dapat dicapai dalam mata pelajaran tersebut. Di sekolah laboratorium kami guru-guru khusus mengajarkan mata pelajaran tersebut.

–  Pengajaran Bahasa

Berdasarkan asumsi-asumsi yang dinyatakan di bawah ini telah disusun sebuah metoda belajar membaca dan menulis. Sekaligus diajarkan membaca dan menulis karena membaca dan menulis merupakan dua aspek dari satu persoalan.

Asumsi-asumsi yang dimaksud ialah:

  • metoda yang baik dapat mempercepat proses belajar membaca dan menulis.
  • kemampuan membaca mempermudah pertumbuhan bahasa.
  • kemampuan membaca dan penguasaan bahasa merupakan dasar belajar lebih lanjut.

Metoda yang tersebut di atas itu disusun tahun 1967, bernama “Belajar Membaca dan Menulis dengan I’in dan A’an” dan sejak tahun 1968 dipakai di kelas I SD Lab. Metoda itu telah membuktikan kebenaran asumsi-asumsi yang dipakai untuk menyusunnya.

Hal-hal tersebut di bawah ini menunjang pengajaran-pengajaran bahasa:

  • Intensifikasi penggunaan perpustakaan terdapat di semua kelas, dan di kelas VI, VII dan VIII penggunaan perpustakaan terintegrasi dengan seluruh pengajaran bahasa.
  • Tes perpustakaan diberikan untuk meneliti, mengevaluasi dan membimbing bacaan murid.
  • Kesalahan-kesalahan yang dibuat murid-murid dalam tes per-pustakaan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh mahasiswa-mahasiswa kami dikumpulkan dan digolong-golongkan. Berdasarkan kesalahan-kesalahan ini telah disusun sebuah daftar yang memuat kurang lebih 300 pokok (items), yang kami pakai untuk pembuatan-pembuatan tes diagnostik untuk SD Lab.

–  Pengajaran Berhitung/Matematika.

Dapat dikatakan bahwa pengajaran berhitung di SD di Indonesia terdiri atas penghafalan fakta-fakta dan cara-cara pemecahan hitungan soal. Murid dilatih bekerja dengan angka dan bilangan dan melakukan prosedur-prosedur pengerjaan pokok (fundamental operations) dalam berhitung, tetapi pada umumnya pelaksanaan prosedur-prosedur ini berlangsung dengan cara mekanis, karena tidak didasarkan pada pengertian tentang mengapa demikian, dan harya pada penghafalan fakta tentang bagaimana caranya.

Berdasarkan asumsi bahwa struktur pengertian dan konsep dapat memperlancar usaha belajar tentang berhitung dan penguasaan prosedur-prosedur dalam berhitung, telah kami susun buku-buku teks untuk dipakai oleh murid-murid SD Laboratorium kami guna mencapal tujuan-tujuan pengajaran berhitung.

Usaha selanjutnya untuk menjadikan pengajaran berhitung lebih berarti (meaningful) bagi anak telah mendorong Ibu Pakasi untuk “memodernisasi” metode matematika dengan jalan memasukkan asas-asas utama matematika modern ke dalam buku-buku teks. Asas-asas ini disampaikan dengan suatu cara tertentu sehingga guru-guru bahkan tidak sadar bahwa mereka berurusan dengan konsep-konsep baru.

–  Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD di Indonesia untuk sebagian besar terdiri atas kegiatan-kegiatanmenghafal fakta dan pada umumnya gagal dalam usaha mengembangkan sikap ilmiah pada anak serta menanamkan kesadaran tentang hubungan anak dengan dunia fisik.

Dalam mengajarkan ilmu pengetahuan slam pada Sekolah Laboratorium kami guru-guru berpegang pada sebuah buku tuntunan, berjudul “Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada TK dan SD kelas I, II dan III”, yang kami susun berdasakan teori Bruner tentang hal belajar melalui struktur.

Atas dasar hal-hal yang disebut berikut ini, yaitu, pertama, asumsi bahwa usaha belajar itu berlangsung melalui pengertian tentang struktur materi pelajaran, kedua, penggunaan pola penyusunan kegiatan-kegiatan belajar yang berbentuk spiral, dan ketiga, penggunaan pendekatan ekologis dalam menentukan pokok-pokok atau unit-unit bahan pelajaran yang akan diajarkan, kami berharap bahwa tujuan pengajaran ilmu pengetahuan alam akan dapat dicapai.

Dengan menggunakan pendekatan struktural dalam mengajar ilmu pengetahuan alam, bahkan anak kelas I SD dapat memperoleh pengertian tentang struktur dunia fisik yang mengelilinginya. Dengan jalan eksplorasi, diskusi, mempelajari gambar-gambar dan mengerjakan ekiperimen-eksperimen sederhana dapatlah anak melihat komponen-komponen dari suatu susunan teratur atau struktur dunia fisik. Apa yang mula-mula kacau dan membingungkan berdikit-dikit menjadi tersusun atau sistematis.

Di dalam ruang kelas terdapat “sudut Ilmu Pengetahuan Alam”, dipelihara sendiri oleh murid-murid. Ada benda (makhluk) hidup di dalamnya. Benda hidup ini dimaksudkan untuk membangkitkan jiwa positif terhadap suka memelihara lingkungannya.

–  Ilmu Pengetahuan Sosial

Dalam bidang pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial inovasi yang dikerjakan oleh Sekolah Laboratorium kami amat terbatas. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya bahan pelajaran untuk murid, terutama di kelas-keles lebih tinggi. Namun kami beranggapan, bahwa mengajarkan IPS masih dapat diperbaiki, dan oleh sebab itu kami menyediakan petunjuk-petunjuk atau penuntun bagi guru agar dapat ia memikirkan dan merencanakan bentuk kegiatan-kegiatan belajar serta menjadikan pengajarannya lebih banyak mengandung arti bagi anak.

Ada terkandung maksud untuk menjalankan “unit teaching”, suatu bentuk metodologi yang indah karena ia banyak, melibatkan anak ke dalam proses mengajar dan belajar, tetapi hal ini masih menunggu pelaksanaan.

Mengenai kualitas dapat dikatakan, bahwa pengajaran IPS pada Sekolah Laboratorium kami sedikit lebih rendah dari pada pengajaran-pengajaran bahasa, berhitung, ilmu pengetahuan alam dan kesenian.

Kami memasukkan ke dalam kurikulum IPS apa yang dalam bahasa asing disebut “current events” untuk kelas VI, VII dan VIII, agar murid-murid dapat mengikuti gerak zaman.

–  Pengajaran Kesenian/Keralinan Tangan, Musik dan Pendidikan Jasmani

Pengajaran dalam bidang-bidang ini dipegang oleh guru-guru yang mendapat didikan khusus untuk memberikan pengajaran ini (specialized teachers). Dengan demikian diharapkan adanya perbaikan hasil pengajaran pada pihak murid, pula dengan pengharapan bahwa bakat dan minat dapat dibangkitkan dan dipelihara.

–  Bahasa Inggris

Disebabkan oleh keluhan yang banyak terdengar tentang penguasaan bahasa Inggris oleh mahasiswa pada perguruan tinggi, kami memberikan pengajaran bahasa Inggris mulai dari kelas III, tanpa mengganggu pengajaran bahasa Indonesia. Pengajaran bahasa Inggris diberikan tiga jam seminggu oleh seorang guru berijazah sarjana muda bidang pengajaran bahasa Inggris.

–  Pekerjaan Rumah

Pekerjaan rumah merupakan bagian dari kurikulum mulai dari kelas I. Pekerjaan rumah, sekalipun hanya berlangsung sepuluh menit bagi anak yang muda sekali usianya dimaksudkan sebagai sarana untuk membentuk kebiasaan belajar, dengan harapan bahwa kebiasaan ini menjadi suatu kebutuhan.

–  Kerapian dalam Pekerjaan Tulis

Murid-murid kami berikan kesadaran bahwa, kerapian dalam semua pekerjaan tertulis sangat diperlukan. Untuk menolong murid mengusahakan kerapian dalam tulisannya, di kelas-kelas rendah mereka menggunakan buku tulis bergaris horisontal dan vertikal (chequered).

Kami berharap bahwa kerapian yang diperoleh dalam pekerjaan menulis dapat berpindah ke prilaku anak.

GURU-GURU

Salah satu dari komponen-komponen yang menentukan berhasil tidaknya pendidikan pada sebuah sekolah ialah guru. Guru SD Lab berijazah SPG, yang pada waktu memulai pekerjaan pada SD laboratorium, mempunyai pengalaman kerja yang bervariasi antara 0 dan 6 tahun.

Mereka mempunyai keinginan besar untuk belajar, tetapi terialu banyak yang mesti mereka pelajari pada tahun-tahun permulaan. Pekerjaan mereka berat, karena hampir tidak ada bahan-bahan tertulis yang dapat mereka pakai sebagai pegangan, kecuali satu dua buku tentang bagaimana mengajarkan suatu matapelajaran. Pekerjaan berat ini ditambah lagi dengan gaji yang terlalu rendah untuk menjadi dorongan kuat guna berusaha memperoleh hasil yang baik dalam pekerjaan. Tidak dapat kami mengharapkan dari mereka suatu “performance” profesional yang bermutu tinggi, karena tidak sanggup mereka berbuat demikian. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk menolong mereka agar dapat diharapkan hasil dari pekerjaan mereka ialah memenuhi ketubuhan-kebutuhan mereka yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.

Sebagai guru mereka membutuhkan pimpinan, pimpinan yang cakap dan jujur. Sebagai manusia mereka membutuhkan :

  • seorang kepala sekolah yang menaruh perhatian terhadap mereka.
  • seorang kepala sekolah yang mengerti bahwa mereka membutuhkan pengakuan, penerimaan dan penghargaan,
  • perasaan telah berhasil, telah mencapai suatu prestasi, rasa puas dan bangga.
  • suatu tantangan dan kesempatan untuk belajar, untuk mencobakan, untuk membuat kesalahan dan mengalami kegagalan bila perlu,
  • tuntunan, kecaman yang positif dan koreksi,
  • penilaian, teguran, pujian,
  • pertolongan dalam mengembangkan keyakinan bahwa mereka mampu melaksanakan dan menghasilkan suatu pekerjaan yang baik,
  • pengalaman pertumbuhan profesional,
  • keyakinan bahwa kepala sekolah bekerja juga untuk kepentingan dan kesejahteraan mereka,
  • suatu suasana kerja yang hangat, mengandung pengertian, kasih dan kerja sama.

Jika saja kepala sekolah mau memperhatikan, bahwa guru-guru merupakan makhluk manusia yang mempunyai kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan serta kebutuhan-kebutuhan, guru-guru akan bersedia melakukan segala sesuatu yang diperlukan bagi pendidikan untuk mencapai suatu hasil yang berarti.

Untuk memperbaiki kecakapan mengajar guru-guru, SD Lab mengusahakan adanya pertumbuhan profesional pada mereka dengan menyusun beberapa buah tulisan, yaitu:

  • Buku tuntunan mengajar guru
  • Buku tuntunan mengajarkan membaca dan menulis permulaan, berhitung, IPA, bahasa
  • Brosur-brosur tentang studi bebas, pengelompokan murid menurut prestasi, kenaikan kelas otomatis, perpustakaan, arti alat-alas pengajaran, dll.
  • Brosur-brosur tentang pembaharuan pendidikan dan pengajaran pada sekolah laboratorium kami dan tentang keadaan pendidikan pada masa ini.
  • Kurikulum SD 8 tahun, dilengkapi dengan silabus.

Perkumpulan Orang Tua Murid Dan Guru (POMG)

POMGSD Lab adalah:

  • kerja sama yang baik antara sekolah dan POMG. Campur tangan POMG dalam persoalan-persoalan teknis mengenai pendidikan tidak dibenarkan.
  • Tidak dibenarkan orang tua menyediakan pengajaran tambahan bagi anak mereka oleh guru, baik guru Sekolah Laboratorium maupun guru dari luar.
  • Jika guru Sekolah Laboratorium memberikan pengajaran tambahan, tidak boleh ia meminta bayaran dari orang tua untuk hal ini. Pemberian pengajaran tambahan hendaknya berlangsung atas inisiatif guru sendiri. Biasanya hal seperti ini berlaku dengan anak-anak yang dipindahkan dari sekolah lain.
  • Orang tua diberi nasihat untuk mengikuti kebijaksanaan sekolah dalam hal menjaga disiplin dan ketertiban.
  • Orang tua diharapkan membantu sekolah dalam hal mengawasi anak-anak sehubungan dengan studi mereka.
  • Orang tua diharuskan mengevaluasi dengan sungguh-sungguh perkembangan prilaku anak-anak mereka, seperti dinyatakan dalam buku laporan kemajuan belajar. Dengan tindakan demikian, SD Lab berusaha mengadakan penyesuaian antara pandidikan di sekolah dan pendidikan di rumah.
  • Orang tua dinasehati untuk menghadiri pertemuan-pertemuan POMG dengan tetap. Semacam hukuman diberikan kepada mereka yang tiga kali berturut- turut tidak menghadiri pertemuan, misalnya berbentuk penolakan permintaan bagi anak berikut untuk menjadi murid Sekolah Laboratorium.
  • Orang tua dilibatkan dalam hal pengambilan suatu ketetapan tertentu, misalnya, ketika akan memasukkan pengajaran bahasa Inggris ke dalam kurikulum.
  • Laporan tentang kemajuan belajar diberikan tiga kali dalam setahun. Buku laporan disampaikan kepada orang tua dalam suatu pertemuan antara orang tua dan guru kelas. pertemuan ini memberikan kesempatan kepada orang tua untuk berbicara dengan guru kelas tentang hal belajar anak. Setelah pembicaraan dengan guru kelas selesai, diadakan pertemuan POMG untuk membicarakan hal-hal tertentu mengenai pendidikan di Sekolah Labora torium.
  • Orang tua murid-murid kami mengambil bagian dengan cara aktif dalam usaha-usaha untuk memperlancar berlangsungnya kegiatan-kegiatan kurikulum ekstra.

Kami percaya bahwa hanya bilamana ada anggapan sebagai pasangan (partner) sekolah dari pihak orang tua terdapatlah kepastian bahwa pendidikan yang diperoleh anak di sekolah dapat mempengaruhi pendidikan di rumah, bahwa pendidikan di rumah dapat dicocokkan dengan pendidikan di sekolah.

EVALUASI

Evaluasi eksternal

Suatu evaluasi yang bersifat resmi (formal) tidak pernah dibuat. Beberapa pejabat Unesco, Bank Dunia dan UNDIP beserta rombongan pernah datang mengunjungi Sekolah Laboratorium dan beberapa dari sekolah-sekolah proyek Ibu Pakasi. Demikian juga dilakukan oleh pejabat Unicef. Sudah beberapa kali diadakan survey yang berlangsung dua hari lamanya, tetapi laporan resmi tentang hasil survey tidak pernah kami terima, kecuali sebuah laporan mengenai survey yang dibuat oleh Dr. Beeby (Unesco).

Ibu Supartinah Pakasi percaya bahwa pengunjung-pengunjung dari luar negeri mempunyai pendapat yang bersifat positif sekali terhadap Sekolah Laboratorium. Ribuan pengunjung (guru, penilik sekolah, pejabat pemerintah, mahasiswa, dosen perguruan tinggi, berasal dari seluruh pelosok tanah air datang untuk melihat sekolah “in operation” dan untuk berbicara dengan kami. Banyak datang berkunjung untuk satu hari, tetapi ada yang datang untuk beberapa hari guna belajar, dan ada yang datang untuk dua minggu guna mengadakan observasi, studi, diskusi dan “belajar”. Dan pengunjung-pengunjung masih saja mendatang, ada yang untuk kedua atau ketiga kali.

Bagi Ibu Pakasi kedatangan pengunjung yang begitu banyak merupakan indikasi bahwa guru Indonesia mempunyai sikap terbuka terhadap inovasi pendidikan. Mereka ingin sekali belajar dan melakukan percobaan, tetapi fasilitas dan tuntunan yang sangat mereka butuhkan, tidak ada bagi mereka.

Evaluasi internal

Karena dalam mengajar digunakan pengelompokan murid menurut prestasi, maka berhubungan dengan ini di Sekolah Laboratorium lebih banyak diadakan evaluasi dari pada di Sekolah lain. Program pengajaran dan kemajuan murid mesti dievaluasi terus menerus. Jika tidak demikian kelompok-kelompok akan hilang, terlebur menjadi satu.

Juga di dalam banyak tugas kepada sekolah terdapat unsur-unsur evaluasi, seperti misalnya, di dalam hal memeriksa persiapan guru sehari-hari, mewawancarai guru-guru, memeriksa pekerjaan tertulis murid-murid, mengadakan pertemuan dengan guru-guru secara mendadak (“on the spur of the moment”) untuk membicarakan persoalan yang dihadapi murid berdasarkan laporan guru, memberikan bimbingan, individual bilamana hal ini diperlukan, memeriksa (checking) tes umum dan hasilnya (tes ini mengenai semua mata pelajaran dan diberikan tiga kali setahun, masing-masing selama sepuluh hari), mengobservasi “performance” dan perilaku murid dalam kegiatan-kegiatan akademik dan non-akademik. Semua hal ini memberikan kepada kami suatu pandangan atau pendapat tentang program pengajaran dan keadaan sekolah pada umumnya.

Jikalau ada hal-hal yang, menurut pendapat kami, tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka diadakan revisi atau peninjauan kembali, dan guru diberikan pertolongan untuk membuat koreksi yang diperlukan. Setelah revisi dijalankan, mesti diadakan peninjauan kembali.

Suatu indikator yang menunjukkan bahwa sekolah kami “is doing a good job” ialah pernyataan-pernyataan orang tua dan kepuasan yang mereka perlihatkan, terutama mereka yang mempunyai anak di Sekolah Laboratorium, dan minat besar masyarakat di luar IKIP Malang untuk memasukkan anaknya ke Sekolah Laboratorium.

Evaluasi yang paling tepat dan sah (valid) dapat dilihat dalam tahun 1974 nanti apabila lulusan yang pertama dari program 8 tahun (SD 5 th + SMP 3 th) akan duduk di kelas IX Sekolah Menengah Pembangunan (SMA) IKIP Malang. Suatu penilaian tentang ada tidaknya murid-murid dari SD Lab memenuhi harapan-harapan pendidikan. Hanya dapat dikatakan wajar apabila mereka berada lebih tinggi dibandingkan dengan murid-murid sekolah lain yang tidak mengalami pembaharuan pendidikan.

SUMBER RUJUKAN

Hadi Miyarso, Yusuf. Pendidikan Alternatif Di Indonesia. http://teknologipendidikan.wordpress.com/2006/09/12/pendidikan– alternatif-di-indonesia/

Pakasi, Soepartinah. 1980. Pembaharuan Pendidikan Dasar: “Action Research” Selama 5 Tahun Pada SD Laboratorium IKIP Malang. Jakarta: PT Bhratara.

Pakasi, Soepartinah. 1981. Anak dan perkembangannya: pendekatan psiko-pedagogis terhadap generasi muda. Jakarta: Gramedia. http://search.lib.ums.ac.id/cgi-bin/koha/opac-detail.pl?biblionumber=5021

Pakasi, Soepartinah. A Proposed national elementary education program for Indonesia. Tidak Diterbitkan, Perpustakaan Universitas Indonesia.

Pendidikan Dasar Laboratorium UM. 2011. Sekolah Nasional Bertaraf Internasional.  http://www.laboratorium-um.sch.id/sejarah2.html

SD Negeri Percobaan 1 Malang.2012. https://id-id.facebook.com/ permalink.php?story_fbid=280997998619967&id=280992058620